Senin, 09 Desember 2013

Beyond The Imperfection


Something about human and vision. Mungkin udah bakat alami manusia, untuk selalu punya cita-cita, gambaran, harapan, impian, yang tergambar jelas dalam otak kita. Nangkep itu semua dari serpihan gambar atau momen yang kerekam jelas dalam suatu waktu, dan insting kita bilang: "Aha! Suatu hari, gue akan seperti itu" lalu dimulailah awal perjalanannya. Contohnya bisa banyaaak banget. Ya dari baju yang kita sukalah, mobil yang dipinginin, tokoh yang jadi panutan, sampe artis yang jadi inceran dari beberapa taun, yang mungkin jadi patokan kita buat jadi pasangan nanti. 

... Yang terakhir berat sih. Moga-moga nggak ya. Amin. Eh bukan maksudnya nggak mungkin, Katie Holmes aja bisa nikah sama Tom Cruise gara-gara dia udah nargetin dari kecil buat nikah sama dia. Maksud gue di sini kalo patokan pasangannya terinspirasi dari peran cowok di film Korea yang... lupakan. It's just not my type. Case closed. Tapi tetep ditonton. Yaudahlah ya namanya juga film korea. 

Anyway. 

Potongan memori itu yang bikin kita punya gambaran sempurna tentang cita-cita dan impian kita. Semuanya pun dipersiapkan untuk mulai meniti mimpi yang udah jadi tujuan utama sama apa yang akan kita lakuin. Pastinya dengan bantuan orang tua: mulai dari sekolah, kursus, fasilitas yang ada di sekitar kita. Karena toh, setiap orang tua pasti pingin yang terbaik untuk anaknya kan? Kita yang bakal jadi generasi berikutnya, yang bakalan ngelanjutin lagi perjuangan yang udah mereka lakuin. Semua yang ada di sekitar kita saat ini, entah dari orang tua atau lingkungan yang ada, ngebuat kita jadi dikelilingin sama peluang yang ada. Mereka hanya mengantarkan, bukan menjadikan saklek dan pasti di jalur itu. Tapi untuk urusan ngeraih serta ngebuatnya jadi berhasil? Pilihan sepenuhnya ada di tangan kita. 

Semakin kita jalan dan tumbuh, semakin banyak lagi gambaran sama patokan yang kita ambil. Patokan yang ngebuat kita punya definisi tersendiri tentang sukses, bahagia, kehidupan yang mapan, sampai kata apa yang akan gambarin kita nanti pas sudah sampai waktunya untuk berhenti. Detil. Makin banyak yang ditemuin, semakin banyak lagi dunia yang belum diketahuin. Tapi gambaran itu juga yang kadang ngebuat kita untuk berhenti sebentar dan ngebandingin sama apa yang jadi acuan kita. Menanyakan kembali apa yakin ini jalan yang dipingin, menghitung kembali ada banyaak banget hal yang udah dilakuin untuk sampai hal ini, membayangkan lagi hasilnya nanti sepadan atau nggak. Memperbolehkan rasa takut itu untuk masuk dan menguji lagi keyakinan kita. Boleh ada jawaban, boleh nggak, karena dari dalam hati we both knows that this things that keeps you alive. These things that makes our heart beats even faster just to think about it. 

Beberapa hari kemarin akhirnya gue ketemu lagi sama temen-temen SMA dan kita ngobrol banyaaak banget di situ. Kami masuk fase udah-lulus-belum, kerja-di-mana, sama kapan-nikah yang tersebar di mana-mana. Too early? Nggak juga. Biasa aja malah jadinya. Beruntungnya, gue dan mereka ini bukan ngomongin "gue mau nikahan di sini, adatnya ini, undangan segini" things. Untuk pertama kalinya kita ngebahas perencanaan ke depan yang... mungkin tipikal diskusi bapak-ke-anak. Mulai dari tahapan karier yang menunjang finansial untuk ke depannya, sampai tentang lingkungan untuk ngedukung perkembangan keluarga. Serem? Nggak juga. Bekal dari gambaran-gambaran yang udah kita simpen tadi, kami jadi tau masa depan, keluarga, karier yang kaya gimana yang pingin kita capai. We both scared and excited at the same time. 

Rasa takut. Nggak ada abis-abisnya buat ngebahas tentang yang satu ini : ) Buka tv, ada banyaaak banget cerita dan berita yang dihadirin buat ngasih tau kondisi di sekitar kita. Iklan, yang kadang juga pake rasa takut untuk menjual produknya. Kayak... kalau nggak pake ini, kulit bakalan cepet kusam, menghitam, dan cowok nggak akan ada yang mau deket deh. Tapi iklan yang ngemasnya dengan cara yang cerdas dan ngasih value ke penontonnya juga ada kok, bahkan mereka sangat menginspirasi. Rasa takut itu yang kadang ngebuat respon utama kita adalah membuat diri menjadi aman. Atau membuat orang yang kita sayang terselamatkan. Karena pas itu lagi ngomongin temen kita yang kuatir sama adiknya buat nggak nakal, dia merespon ketakutan itu dengan ngelarang adiknya untuk keluar selain sama saudara (fyi, adiknya udah masuk remaja), pembatasan atau peraturan yang dibuat untuk adiknya, sampai jalur yang udah dirancang untuk mempermudah pengawasan dia. Normal aja sebenernya. Tapi untuk di usia yang masuk remaja itu, tanpa ada alasan dan menggunakan kekuasaan (gambarannya kurang lebih kaya, gue-kakak-elo-adik-udah-nurut-aja.) ditambah kurang komunikasi antar keluarga, ngebuat adiknya temen gue mulai belajar ngeboong dan mulai ngeberontak.

Di lain pihak, ada juga keluarga yang ngerespon rasa ketakutan itu dengan cara yang berbeda. Dengan ngenalin dan ngasih info apa aja yang anak tanyakan dan pingin liat, ngasih alasan dan jawaban yang logis kalau mereka bilang "Tidak", dan diajak untuk negosiasi untuk sama-sama speak up. Di sini mereka diajarkan untuk berpikir sebelum bertindak, mendengarkan saat lawan bicara, kenalan sekaligus belajar untuk ngejaga sama yang namanya kepercayaan dan tanggung jawab. 

Gambaran itu, gambaran itu yang ngebuat gue berpikir tentang orang tua yang sempurna. Mampu nyingkirin perasaan takut, lalu justru ngebebasin anak-anaknya karena yakin mereka bisa diandalkan dan bisa megang kepercayaan. Tapi semakin ke sini, gue juga semakin sadar. Even mereka yang dianggap orang sempurna pun, mereka gak pernah nyadar kalau mereka sempurna. Orang terhebat pun, mereka nggak tau kalo mereka hebat. Mereka dengan ketidaksempurnaan mereka, justru jadi satu frame yang pas dan harmonis untuk ngebuat satu gambaran sempurna. Tanpa permasalahin tanggepan orang lain tentang mereka, apalagi menghkahawatirkannya. Mereka cuma lakuin apa yang yakinin, nyatuin antara masa dia dibesarkan dan sekarang, lalu lakuin yang terbaik untuk anak mereka. As simple as that

Percakapan itu juga yang ngebuat gue untuk mulai menata lagi, pasangan yang akan gue pilih nantinya untuk ngewujudin itu semua bareng-bareng. Dia yang akan gue jadikan tempat bersandar sekaligus penguat untuk jalanin goal kami. Tempat untuk saling ngasih rasa aman, kasih sayang, dan menyenangkan pastinya di setiap harinya. 

Penasaran? Sama.

Happr rainy day!

Rienjani Nur Bani Putri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar