Rabu, 24 Juli 2013

Cancer In My Gemini


My momma always said: Life was like box of chocolate. You'll never know what you gonna get.
- Forrest Gump, 1994 -

in addition for me: keep eating, and enjoy it! Karena dengan terus memakannya dan merasakan semua rasa yang ada di cokelat, kamu jadi tau rasa seperti apa yang disukai! Like, I love chocolate almond because I've tasted chocolate rum once and it definately not my taste. Saya suka dengan sesuatu yang asin, karena sebelumnya pernah merasakan namanya asam dan pedas. Choices makes you know what you really want and lead into what you need. I figure it out and notice that this is happening too in our life, experience and decisions that you made leads you into wants and needs then helps you to the next phrase and sharpened your goal. 

Our first day in elementary shool. Our first crush. Our first decision to enter junior high school. Our first project. Our first date. Those are create our logical thinking and emotions that makes us...... us. Ini yang membuat saya flashback ke tujuh tahun lalu, di mana jadi titik awal saya untuk belajar lebih awal, mengenal pilihan yang dimiliki, mengambilnya, menjalaninya, dan mempertahankannya. 

Di umur 14 tahun mama saya bolak-balik ke dokter dan rumah sakit yang berbeda di tiap minggunya. Perutnya membesar, katanya isinya penuh sama air. Saya yang masih smp kelas dua pun bingung itu gejala apa, jadi yang bisa dilakukan dengan berdoa dan bantu mama kalau butuh apa-apa. Sampai suatu malam papa saya pulang dari rumah sakit jam 10, dengan muka berhati-hati mencoba untuk berbicara 'serius' dengan saya. Pesannya singkat, mama saya terkena penyakit kanker ovarium stadium 3 C dan dalam tahap pengobatan. Yang harus kami lakukan adalah berdoa terus-menerus dan dukung beliau.

Sejak itu kehidupan kami mulai berubah, dalam artian kami melakukan semua tindakan dengan menyadari bahwa... setiap detiknya itu sangat berarti : ) Yang ada di otak kami cuma satu, gimana caranya supaya mama bisa dapet treatment yang terbaik. That's all. We don't even think about the ending, karena ya fokusnya hanya itu. 

Kami mulai semuanya dengan treatment yang terbaik untuk mama, yaitu kemoterapi. Memang nggak bisa jauh-jauh dari peran kemoterapi untuk solusi medisnya, secara itu yang paling umum dan terpercaya untuk di masa sekarang untuk mengobati kanker. Tapi juga kita tau betul efek samping yang di dapet dari pengobatan itu. Lagipula mereka itu datengnya secara pelan dan bertahap. Mulai dari emosi yang naik-turun, kulit yang mengusam, rambut merontok, sampai akhirnya mama mutusin untuk motong habis rambutnya untuk alasan keringkasan. 

Selain efek kemoterapi, ada juga hal lain yang harus diperhatikan. Pertama, pilihan makanan. Please, cut off the sugar untuk pemilik kanker, karena menurut info dari ssalah satu survival, gula itu "makanan" untuk berkembangnya sel kanker. Konsultasi dan cari informasi yang mendukung pilihan makanan yang pas sehingga selain mencukupi gizi juga baik untuk tubuh, karena setiap orang punya ketahanan tubuh yang berbeda. Kedua, saran. Kalau ada lima orang yang mengunjungi pasien kanker, bisa dipastiin ada lima saran jalur alternatif mengobati kanker. Kalau memang memilih nyoba sih gapapa, tapi bisa dikonsultasi dulu sama dokter atau ahli gizi, atau survival penyakit yang sama, supaya jelas dan sesuai. Ketiga, mental. Memang, ada sedikit-banyak yang berubah dari emosi mama setelah ngejalanin kemo, salah satunya tentang dia dan acceptance kanker yang ada di dalamnya.

My mom is one of a kind, she's special. Dia adalah sosok komunikatif dan terbuka dengan siapa pun. Bukan tipe heboh dan "penyemangat" dalam suatu kelompok, but more into mendekati orang dengan hati, diajaklah mengobrol, dan saat itulah mereka mulai jatuh cinta. Kasih tau saya, ada berapa banyak orang lagi yang bilang kangen untuk dapet telpon pagi sama mama, cuma sekedar say hi, atau dengerin cerita orang dengan nada playfulnya yang ceria dan terdengar tulus. Sosok orang easygoing, innocent, dan authentic! Saya beruntung banget bisa dibesarkan sama sosok seperti itu : )

Selama dua tahun itu juga, dia mulai dan terus berkenalan dengan kankernya. Pandangannya tentang apa yang ada di dalam tubuhnya itu berbeda dengan orang lain. Mama saya menyebutnya sahabat baru. Dia mencari tahu "dia" siapa, kebutuhan "dia" apa, pendekatan "dia" seperti apa, apa yang "dia" suka, apa yang "dia" tidak suka, dan harus bagaimana saat "dia" berinteraksi dengan cairan itu. Begitu cara mama untuk beinteraksi dan menyesuaikan dirinya yang baru.

Ngomongin hal yang baru, selama perjalanan penyembuhan mama, aku, papa, dan mas bala juga tanpa disadari ngalamin hal yang baru. Kami jadi lebih terbuka, jauh jauh jauh lebih terbuka. Ini juga awalnya karena mama. 

Keluarga kami (mama sama papa sih lebih tepatnya) memang terbiasa untuk displaying affection di depan anaknya. Masih tahap wajar kok, tenang. Cium-cium pipi di depan anaknya, tetibaan manggil terus mangku anaknya yang cewek terus meluk terus bilang, "Mama sayang sama ade. Ade sayang gak sama mama?", papa sama mama pelukan depan anaknya. Sekali lagi, tenang. Ini dilakuin di dalem rumah kok. Jadi, it's quite easy for us to show our love to others in this house. Cuma pas itu saya sama mas bala lebih sering berantem rebutan kasur sih ya. Sama gengsian juga. Cieeeee. 

Terus setelah kanker ini, mama memang jadi lebih cepet capek, mood naik-turun, dan lebih sering istirahat. Kami pernah ngebahas penyakit ini dan beliau nanyain pertanyaan yang kalau diliat sekarang, ia sedang memastikan bahwa keluarga kecil ini ada di sampingnya, dengan cara yang paling manis, rendah hati, dan tenang yang pernah saya liat. Selama perjalanan berikutnya itu juga, nggak pernah sekali pun saya ngeliat ibu saya nangis atau ngeluh sama penyakitnya. Bahkan saya sendiri baru tau gimana strugglenya ngadepin kemoterapi setelah temen mama yang ngejalaninnya. Sekali lagi, she's one of a kind. 

Every hero need a hero. Papa lah yang menjadi hero mama untuk saat itu, mungkin sampai saat ini. Di tengah schedule papa yang padet, nggak pernah kelewatan untuk nemenin mama kemoterapi, nyari informasi untuk pola makan sama pengobatan terbaik, sampai ambil alih tugas rumah tangga kalau mama lagi lemah. Saya pernah liat pemandangan mereka berdua yang bisa dibilang salah satu momen terbaik di hidup saya. Pagi setelah kemoterapi, mama dengan kepala yang gundul, badan mengurus, dipangku sama papa yang kemejaan lengan pendek, celana jeans, dan mereka mengobrol sambil berpelukan. What a view : )

Selama hampir dua tahun itu juga keluarga kami jadi semakin terbuka dan optimis di setiap harinya. Sampai akhirnya di bulan Matet itu tiba, mama akhirnya bisa tidur dengan nyenyak setelah berjuang sekian lama. Gemini satu itu tidur di mana semua orang bisa ngeliat senyumnya bertahan sampai tempat istirahat terakhirnya. 

Sepeninggalannya, semua juga berubah, bangkit, belajar, ke arah yang lebih baik. Saya jadi punya dua bodyguard kece begini. Jadi dekeeeet banget sama papa dan mas bala. Saya jadi inget pas di hari pemakaman, om saya ngebisikin sesuatu yang terus dipegang sampai saat ini.

Kalau Tuhan ambil lagi apa yang Dia punya, siap-siap. Ada sesuatu yang jauuh lebih baik yang akan Dia kasih ke kamu. 

Keep on believing, everything happens for a reason. Goodnight!

Senin, 15 Juli 2013

(They Do) Judge The Cover


Beda dulu, beda sekarang.

Pas masih kuliah, kan rajin ya naik kendaraan umum tiap pulang kampus. Pake jeans, kemeja, ransel juga kan, jadi enak ngajak abang ojek ngobrol bareng atau orang kenal di jalan. Endingnya selain ngusir bosen, nambah temen juga.

Kalo sekarang...

Niatnya sama nih ya ngobrol lucu iseng aja, tapi endingnya kebanyakan beda. Kalo gak modus ngegombal, ya minta nomer ._. Malah ada yang ekstrim.

Ekstrim 1. 
(Kondisi: shuttle bus salah satu mall di jakarta)
B: Pak, tumben bisnya sepi. ACnya jadi dinginn!
A: He eh, biasa jam segini lagi sepi-sepinya.
(Berlanjut kepercakapan biasa, sampai...)
A: Neng udah nikah apa belum?
B: Belum lah pak, kan masih mudaa
A: Saya baru cerai loh neng sebulan yang lalu. Punya pin BB?
B: ............. 

Ekstrim 2
(Kondisi: halte busway semanggi) 
A: Panas ya mbak, sampe kipasan begitu?
B: He eh, abis jalan jauh abisan. Hehehehe
A: Emang abis dari mana?
(Percakapan pun berlanjut, sampai halte yang dituju mendekat...)
B: Saya turun duluan ya pak, permisi...
A: Oh.. Iya iya. Kapan-kapan saya main ke Kalideres ya. Ada pin BB?
B: ............. *lari*

Mungkin... Ini saat yang tepat untuk kembali pake setelan muka hampa sama kucel *elap ingus*.

Selasa, 09 Juli 2013

The Harmony

Pernah ngerasain orang yang kamu sayang, berubah seratus delapan puluh derajat?
Senyumnya, sifatnya, hangatnya. 
Aku pernah.

You feel hate and love at the same time. 
But in the end, I choose to accept him, no matter what.
Bukan meminta dia untuk berubah, tapi aku yang menyelaraskan.
Supaya bisa tetap saling mencintai, namun dengan cara yang berbeda. 

Lagi, ini bukan tentang gebetan, cem-ceman, apalagi pacar : )