Selasa, 04 Juni 2013

Acceptance

Summarynya eye catching: 

"The line between unconditional love and unconditional acceptance."

So, what's the differences? 

Tema acaranya "Love, no matter what". Nama pembicaranya Andrew Solomon. Dia itu penulis di bidang pilitik, psikologi, sama budaya. Di awal pembicaraan dia langsung ngebahas tentang dinamika masyarakat ngehadepin situasi sekarang. LGBT sebagai contohnya. Diliat dari tanggepannya, dia ngebagi jadi dua tipe: keluarga vertikal dan keluarga horizontal. Keluarga vertikal adalah mereka yang turun temurun punya pola sama dan dilakuin terus menerus. Sedangkan yang kedua, keluarga horizontal. Mereka ini yang terus 'disadarkan' dan 'disembuhkan' sama keluarga vertikal untuk punya pola yang sama.

Keluarga horizontal ini percaya kalo setiap keturunan punya pola tersendiri. Mereka punya daya pikir yang liberal dan terbuka dengan hal baru. Contoh yang diambil sama Andrew itu keluarga gay,  keluarga yang punya anak autis dan atau berkebutuhan khusus. Poinnya di sini peran orang tua sebagai wadah, penjaga, dan motivator anak. 

Ngadepin situasi ini ada tiga macem acceptance yang harus dijalanin. Pertama, self acceptance. Mengetahui dan menyadari situasi dan kondisi ini, lalu menerimanya. Setelah diri sendiri, saatnya terbuka dengan orang terdekat atau family acceptance. Terakhir, yang paling sering menerima pro dan kontra, social acceptance. 

Tentang acceptance ini, sebenernya terjadi karena kita membuat suatu keputusan melalui tindakan, perilaku, atau bentuk lisan, yang berbeda dari biasanya. Tanggapannya pun juga beragam, dari yang ringan sampai ekstrim. Tindakan ini ada, karena manusia itu dinamis sedari kecil. Mencoba hal baru, trial and error, dan ngelakuin hal lain lagi. Sering kali anak yang mencoba hal baru, berbeda dari kebanyakan masyarakat, mereka ditentang oleh keluarga, sehingga mereka merasa tidak dicintai. Padahal yang terjadi, adalah mereka tidak menerima.

Cinta itu datang secara natural antara orang tua ke anak. Sedangkan acceptance, atau menerima, sesuatu yang membutuhkan... Waktu.

Contohnya keluarga dengan anak down syndrome. It comes naturally for them to love their own child. Untuk menerima kondisi anak untuk kedepannya, itu butuh proses. Somehow, mereka punya keyakinan dan kepercayaan untuk mencintai, menjaga, juga percaya bahwa anak yang diberikan ini spesial. Spesial dari diri anak itu sendiri dan juga dampaknya untuk keluarga lain. Mereka yang membuat organisasi, komunitas, atau fasilitas untuk down syndrome yang terinapirasi unutk kemudahan anaknya. Sehingga nggak hanya memudahkan dia, tapi seluruh keluarga lain. Once they said they wish their child didn't have autism, or in sort of I wish my child didn't exist, it means we eliminate the possibiliaties that comes up throught the situation.

Such a great sharing. Ada dua point yang gue garis besari di sini. First, negotiating difference in your family, despite of addressing what people say about your family. Second, pas Andrew memutuskan untuk punya anak dengan pasangan gaynya. Orang2 bilang hal ini ke dia:

"How come you decide to have a child, in the middle studying when everything could go wrong?"

Dan Andrew menjawab: 

"I'm not studying everything's could go wrong, but finding how much that love can be even in everything's appear going wrong."

Have a great Sunday! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar